Kemarin aku kehilangan botol air: wadah transparan, warna biru, merek nalgene. Sepertinya ketinggalan di kantin belakang kampus. Anehnya, hari itu aku beberapa kali menimang dan merasa bahwa aku melakukan sesuatu yang tepat dengan membeli botol itu dan membawa air dari rumah setiap hari.
Ada banyak alasan untuk membawa air sendiri. Yang pertama jelas penghematan. Setidaknya aku bisa menyimpan dua ribu rupiah setiap hari, itu pun hanya untuk sebotol aqua atau teh botol sekali minum. Lebih dari itu, aku bisa minum setiap saat aku haus.
Lalu aku baru denger ada cerita tentang aqua isi ulang. Ini cerita dari Ige, temen di kampus. Dia cerita kalau sodaranya ngeliat ada orang yang lagi ngisiin gelas-gelas aqua di kamar mandi terminal! Oops! Udahnya air ledeng, di kamar mandi terminal lagi! Yang aku bayangin, kamar mandi itu bukan tempat yang menyenangkan sama sekali. Aqua-aqua itu lalu ditutup lagi dengan plastik segelnya, dilem, lalu dijual seperti biasa, tanpa rasa bersalah.
Masih berpikir untuk beli aqua sembarangan?
Anyway, ini Jakarta. Ada banyak artificial di sana. Tak hanya sikap, basa-basi, atau gaya hidup. Tapi juga pewarna pada lontong, terasi, sampai kerang laut. Formalin pada tahu, bakso, ikan asin, bahkan ikan laut segar. Juga campuran – entah apa namanya – untuk ketupat, bubur ayam, sampai daun singkong di warung padang.
Mungkin karena orang lebih mementingkan bungkus dari pada isinya. Kalau baca artikelnya Samuel Mulia, orang bisa bersiasat segala macem untuk bisa pake tas Louis Vitton. Di bagian lain Jakarta, orang menyiasati penampilan makanan dengan pewarna atau campuran kimia lainnya. Masih pengen beli makanan di jalan?
Udah deh, mending bawa botol air kemana-mana. Kalau perlu sama paket makan siang nasi dari rumah… Irit dan lebih aman. Hehehe…
No comments:
Post a Comment