Tuesday, June 23, 2009

susah-susah Sampah

Bibi di rumah mengeluh. Katanya, buang sampah aja kok susah. Tadinya kita membuang sampah di TPS pasar yang setiap hari diambil oleh dinas kebersihan. Belakangan, TPS pasar dijaga satpam 24 jam. Katanya, yang membuang sampah di situ mesti bayar Rp1.000/hari atau Rp20.000/bulan. Tapi ternyata tidak selesai dengan uang karena tetap saja kami tidak boleh buang sampah di sana. Kata satpam lagi, TPS itu bukan untuk RT kami...

RT kami? Dulunya ada Bapak yang rutin mengutip sampah se-RT. Sebagai gantinya, kami patungan uang kebersihan untuk si Bapak yang diberikan melalui RT. Tapi belakangan si Bapak sakit, dan sampai hari ini belum ada penggantinya. Sementara, sampah terus diproduksi. Setiap hari. Setiap rumah.

Masalah tidak saja bagaimana mengelola sampah sendiri, tapi juga sampah orang. Lagi-lagi, ini keluhan si Bibi. Katanya, sering orang buang sampah di boks semen depan rumah. Memang sih, boks itu dibikin untuk tempat sampah. Tapi sejak Pak Sampah tidak datang, lebih baik sampah tidak dibuang di sana karena toh tidak ada lagi yang mengutipnya. Lalu tempat sampah ditutup dengan papan. Sialnya, papan sempat hilang dan beberapa kali Bibi memergoki orang bermotor yang melemparkan kantong sampahnya ke sana. Itu artinya, Bibi kebagian tugas mengelola lebih banyak sampah, sampah orang.

Akhirnya sampah kering dibakar di halaman rumah. Botol-botol plastik dipisahkan karena bisa dijual. Sisanya, Bibi terpaksa melemparkan sampah ke lahan kosong berpagar seng tak jauh dari rumah. Aku pernah ke sana dan sedih melihat tempat itu ternyata jadi bukit sampah. Lebih sedih lagi melihat got di ujung jalan yang sekarang penuh sampah. Rupanya, orang membuang sampah di got yang tidak sepenuhnya tertutup itu. Pagi dan sore, air got meluap ke jalan karena tidak bisa lagi mengalir. Sungguh, pemandangan yang tidak menyenangkan. Belum lagi tumpukan sampah di sebelah halte. Juga di belakang halte seberangnya.

Aku ingat pesan aktivis lingkungan untuk membuang sampah pada tempatnya. Tapi di mana tempatnya?

Ini Jakarta. Di mana orang punya sejuta cara membuang sampahnya.