“Mbak, suka clubbing nggak?” “Emang kenapa?”
“Mbak bisa jadi member, nanti clubbingnya gratis seumur hidup. Cuma bayar seratus ribu.”
“Oh, saya udah punya member kok...”
Maksudku tentu saja SOKOLA – Alternative Education Club, lembaga tempatku bekerja. Tapi tentu saja tidak kusebut pada si mbak yang menawarkan clubbing, takut dia minder. Hehehe...
Kalau memang asalnya dari kata club, maka demikianlah aku ingin menyebut pekerjaanku. Clubbing. Karena kami memang menyebut diri klub, kumpulan orang sehobi dan sekesenangan. Dan berlangsunglah istilah ‘work hard play hard’ di kami tanpa harus memisahkan waktu kerja dengan waktu bersenang-senang. Di sini, keduanya bisa dilakukan bersama karena kami senang melakukan kerja ini dan kami bekerja karena memang ini cara bersenang-senang.
Bagaimana tidak bersenang-senang, di saat sebagian orang Jakarta bangun dini hari supaya bisa mengejar jam kantornya, kami bisa bangun saat merasa tidurnya sudah cukup bahkan kadang tidak perlu mandi dan berdandan untuk mulai memberi pelajaran pada murid-murid. Pun saat di Jakarta, aku punya kuasa untuk mengatur waktu tidurku, waktu bekerjaku, dan waktu ngantorku yang seminggu sekali. Tidak harus menunggu weekend untuk bisa berenang atau nonton bareng. Namanya juga alternatif, namanya juga clubbing... Jadi nggak perlu lagi clubbing di tempat lain.
Begitulah, pekerjaan ini sudah seharusnya disyukuri. Aku memikirkan ini saat melihat sepasang (sepertinya) suami istri berboncengan motor melewati Kali Malang, Bekasi, dengan tas kerja masing-masing dan raut wajah lelah. Waktu sudah mendekati pukul 18.00, jalan macet dan penuh asap kendaraan bermotor membuatku tergelitik untuk bertanya: “Jam berapa mereka harus bangun tiap pagi supaya tidak terlambat datang ke kantornya di Jakarta? Jam berapa mereka sampai rumah lagi, dan seberapa banyak sisa tenaga mereka untuk mengerjakan hal lain? Apakah mereka punya cukup waktu beristirahat tiap hari? Apakah mereka menikmati pekerjaannya?Apakah mereka bisa menikmati waktu luangnya?
Pertanyaan itu juga menggelitik ketika aku melihat setengah penumpang bis patas AC dari Ciledug tampak tertidur pada sebuah pukul tujuh pagi. Butuh setidaknya satu setengah jam dari terminal Ciledug untuk mencapai jalan utama Sudirman-Thamrin dalam pagi yang macet seperti itu. Bangun kepagian untuk mengejar jam kantor, lalu dibayar dengan tidur sepanjang perjalanan.
Ini Jakarta, di mana setiap orang bekerja keras. Ada yang bekerja untuk bertahan hidup, dan sebagian lainnya bekerja untuk bertahan gaya hidup, termasuk clubbing itu tadi...
Bagaimana tidak bersenang-senang, di saat sebagian orang Jakarta bangun dini hari supaya bisa mengejar jam kantornya, kami bisa bangun saat merasa tidurnya sudah cukup bahkan kadang tidak perlu mandi dan berdandan untuk mulai memberi pelajaran pada murid-murid. Pun saat di Jakarta, aku punya kuasa untuk mengatur waktu tidurku, waktu bekerjaku, dan waktu ngantorku yang seminggu sekali. Tidak harus menunggu weekend untuk bisa berenang atau nonton bareng. Namanya juga alternatif, namanya juga clubbing... Jadi nggak perlu lagi clubbing di tempat lain.
Begitulah, pekerjaan ini sudah seharusnya disyukuri. Aku memikirkan ini saat melihat sepasang (sepertinya) suami istri berboncengan motor melewati Kali Malang, Bekasi, dengan tas kerja masing-masing dan raut wajah lelah. Waktu sudah mendekati pukul 18.00, jalan macet dan penuh asap kendaraan bermotor membuatku tergelitik untuk bertanya: “Jam berapa mereka harus bangun tiap pagi supaya tidak terlambat datang ke kantornya di Jakarta? Jam berapa mereka sampai rumah lagi, dan seberapa banyak sisa tenaga mereka untuk mengerjakan hal lain? Apakah mereka punya cukup waktu beristirahat tiap hari? Apakah mereka menikmati pekerjaannya?Apakah mereka bisa menikmati waktu luangnya?
Pertanyaan itu juga menggelitik ketika aku melihat setengah penumpang bis patas AC dari Ciledug tampak tertidur pada sebuah pukul tujuh pagi. Butuh setidaknya satu setengah jam dari terminal Ciledug untuk mencapai jalan utama Sudirman-Thamrin dalam pagi yang macet seperti itu. Bangun kepagian untuk mengejar jam kantor, lalu dibayar dengan tidur sepanjang perjalanan.
Ini Jakarta, di mana setiap orang bekerja keras. Ada yang bekerja untuk bertahan hidup, dan sebagian lainnya bekerja untuk bertahan gaya hidup, termasuk clubbing itu tadi...
3 comments:
salam kenal ya...kalo butuh kegiatan untuk team building..saya bisa membantu..
wahh indit ada blog juga nih :)
btw, gue ikutan ya clubbingnya...
hehehhehhe
hai indit, masih ingat daku kan...?
btw, ada satu pertanyaan yg menggelitik nih, boleh dishare kah? ttg SOKOLA, siapa pendirinya, dan yg mendanai sekolah tsb, apk asing ato dari domestik? salam...yuke komunikasi96 UGM
Post a Comment