Friday, February 17, 2012

commuter's story dimulai

Aku ingat sekali peristiwa angkot Depok-Pasar Minggu beberapa bulan lalu, dalam perjalanan pulang ke Cipulir setelah menghadiri sebuah acara di kampus UI, Depok. Menjelang petang, angkot yang aku tumpangi merapat ke terminal Pasar Minggu. Belum benar-benar masuk di terminal, mungkin sekitar 100 meter di depan,  ketika tiba-tiba sekumpulan perempuan berlari dan berlomba menaiki angkot, Mereka berteriak dan berebut naik.

Untuk beberapa saat, aku tidak menyadari apa yang terjadi. Mereka begitu agresif (?) seolah-olah (ini perumpamaanku) ada Justin Biber di dalam angkotnya. Hehehe... Tapi memang seperti itulah. Hingga akhirnya aku sadar bahwa mereka adalah perempuan-perempuan yang berjalan menjauh keluar terminal, demi mendapat kursi di angkot itu. Barulah aku memutuskan turun dari angkot.

Aku tidak benar-benar memahami hingga aku menjadi bagian dari commuter. Betul. Commuter. Awal tahun ini kami pindah rumah dan bukan di Jakarta. Rumah kami rumah mungil di Sawangan, Depok. Rumah yang cukup nyaman untuk kami berdua. 

Butuh waktu cukup lama untuk akhirnya mengambil keputusan pindah ke Sawangan. Jauh, ya? Begitu kata orang-orang. Memang jauh. Itu juga yang membuat kami berpikir panjang sebelum pindah. Tapi kemudian kami menghitung. Jarak ini dibadingkan dengan udara bersih di lingkungan tempat tinggal kami, lebih sedikit debu, polusi dan tentu saja jauh lebih tenang dibanding tempat tinggal kami sebelumnya. Tidak ada suara bajai tengah malam, atau balap motor di setiap malam minggu. Baiklah, kami pindah!

Dan menjadi commuter. Dan akhirnya aku paham kenapa sekumpulan perempuan itu begitu gigih berjuang untuk bisa lebih cepat sampai ke rumah. 

Satu kali aku mencoba naik bis kota, dan itu sangat melelahkan. Aku lebih memilih KRL sekalipun histeria dan agresivitas penggunanya tidak kalah heboh. Beberapa hari pertama menggunakan KRL, aku masih shock ketika melihat seorang perempuan jatuh saat mengejar kereta, ketika penumpang-penumpan commuter line nemplok di pintu seperti ikan sapu-sapu dan walaupun sepertinya tidak ada ruang untuk dimasuki orang lagi, tetap saja ada orang yang berhasil masuk ke dalam gerbong. Sering aku melewatkan 1-2 kereta karena merasa tidak mungkin bisa masuk ke dalamnya. Sesekali nekat masuk dan tiba-tiba badan terdorong orang dari belakang. Rasanya packing kalau mau traveling, semuanya harus bisa masuk ke tas. Tapi ini orang yang dipacking, dijejel-jejelin masuk dan empet-empetan. Sungguh.

Tapi sejauh ini, aku bisa menikmati ; )